Rindu Itu Nggak Berat

“Akankah rasa rindu ini menepi? Atau malah merongrong tanpa henti?” tanya Puput dalam hati. Puput, wanita karier berusia 30 tahun berkulit kuning langsat dan berambut coklat ini berasal dari Malang. Lima tahun telah ia lalui di ibu kota, tetapi nada bicaranya masih seperti orang Malang. Banyak orang yang mengetahui asalnya bukanlah dari Jakarta melainkan dari Jawa, akibat hal ini.

Malam itu Puput bermimpi hanging out bersama Rani dan Tari. Namun, ternyata itu hanyalah mimpi. Tak jarang Puput merindukan kota halamannya hingga terbawa mimpi. Di Jakarta, Puput belum memiliki komunitas yang cocok dengannya. Di indekos, semua orang segera masuk ke kamar masing-masing setelah pulang kerja, cenderung cuek. Di kantor, rekan-rekan Puput ada ratusan, tetapi mereka seperti robot workaholic yang acuh tak acuh.

“Ra, aku ada masalah nih. Aku difitnah korupsi ama orang-orang kantor. Kesel deh. Nyebelin abis,” ujar Puput via Whatsapp call. Puput menceritakan keluh kesahnya pada Rani. Tak terasa satu jam berlalu.
“Semangat Put, kamu mendingan balik sini aja. Di Malang tuh sejuk, bekerja pun nggak pakai sikut-sikutan. Geng kita sepi nih nggak ada kamu. Nanti kita bisa kayak dulu lagi. Di sini lagi ada lowongan kalo mau. Udah dulu ya, aku ada urusan,” jawab Rani bosan karena ditelepon Puput setiap hari.
“Wah kupikirin dulu ya. Bye,” Puput mematikan teleponnya.

Keesokan harinya pada jam istirahat, rekan kerjanya yang baik dan perhatian duduk di sampingnya dan bertanya, “Put, kamu kok kelihatan sedih gitu?”
“Iya Roy, aku rindu sahabat-sahabatku di Malang. Di Jakarta aku merasa sendirian dan sepi, nggak ada yang bisa kucurhati,” sahut Puput lirih.
“Semangat Put. Kamu bisa curhat ke aku kok. Besok aku kenalin ke komunitasku ya.”
Thanks. Kamu orang paling baik deh di kota ini.”
Bel masuk pun berbunyi. Mereka kembali bekerja.

Fajar mulai menyingsing pada malam minggu yang indah itu. Roy dan Puput pergi bersama ke restoran. Roy memperkenalkan Kiki, Nana, dan Doni ke Puput. Puput mulai membuka diri pada mereka tentang masalah “rindu berat” dan mereka menyambut kehadiran Puput secara hangat. Kiki menasihati, “Rindu itu nggak berat. Hubungi aja yang kamu rindu. Tapi, kamu harus inget kalo Tuhan Yesus itu Sahabat Sejati kita. Apa pun masalah kita, seharusnya Dia yang pertama kita curhatin.”
“Iya ya. Selama ini aku fokus ama rinduku sendiri. Makasih udah ngingetin.”

Sejak hari itu, Puput tak terlalu merindukan gengnya di Malang. Setiap rindu itu menyerang, Puput curhat pada Tuhan lalu hatinya pun damai. Dia belajar Kitab Suci bersama teman-teman barunya di Jakarta. Di tengah hiruk pikuk, kita tetap membutuhkan Tuhan dan komunitas yang membangun.

#30DWCJilid12 #30DWC #Day13


Komentar