Belajar Mengikhlaskan

Ikhlas menerima apa yang terjadi? Hm…bisa dibilang itu sulit buatku. Ya, selama ini aku ingin memenangkan perdebatan dan dihormati banyak orang. Jika ditanya mengapa? Aku pun tak bisa menjawabnya. Mungkin aku egois. Setiap berdebat, aku berusaha sekuat tenaga untuk bisa menang. Saat itu, aku malah diserang oleh banyak teman dari lawan bicaraku yang menganut ajaran sesat. Aku malas berdebat, namun itu bukan berarti aku sudah mengikhlaskan kekalahan itu.

Lantas bagaimana cara untuk belajar mengikhlaskan?
Pertama, mengikhlaskan hasil.
Hal ini kupelajari dari kak Dee Lestari ketika aku mengikuti writing workshop beliau. Kak Dee bercerita bahwa dia sering kalah dalam perlombaan cerpen yang diikutinya. Dia sudah mati rasa dan tak berharap bisa menang. Kak Dee mengikuti lomba cerpen, tetapi dia mendaftar atas nama adiknya. Tak disangka Kak Dee menjadi juara pertama. Ketika Kak Dee menceritakan akan hal ini, tiba-tiba aku teringat kalau aku kalah dalam lomba cerpen Storial, namun menang dalam lomba menulis singkat yang diadakan Nulisbuku sehingga aku dapat menghadiri workshop tersebut. Aku belajar bahwa saat kita tak terlalu berharap akan sesuatu, justru saat itu kita mendapat hasil tak terduga. Ya, jangan terlalu berharap, ikhlaskan saja hasilnya, yang penting sudah berdoa dan berusaha untuk mencoba... Jatuh berkali-kali pun tak apa-apa, asalkan bangun lagi.

Kedua, mengikhlaskan respons orang.
Tak semua orang akan menyukai kita. Biarkan saja. Ada pepatah mengatakan orang yang menyukai kita tak butuh alasan untuk tetap menyayangi kita. Walaupun kita menjelaskan kepada orang yang membenci kita, ia akan tetap punya alasan untuk menyerang kita. Menurutku, kita tidak bisa mengendalikan respons orang terhadap kita. Ketika difitnah, jelaskan faktanya dan waktu akan menjelaskan tentang diri kita yang sesungguhnya.

Ketiga, mengikhlaskan dalam memberi.
Memberi kepada Tuhan dan sesama memerlukan keikhlasan. Kita tidak bisa memberi sepuluh dan mengharapkan Tuhan mengembalikan berlipat kali ganda. Semua adalah milik Sang Pencipta dan kita hanya pengelola.

Keempat, mengikhlaskan untuk dilupakan.
Hari ini aku berulang tahun. Namun, ada beberapa teman dekat yang tidak mengucapiku. Dahulu, aku sempat kecewa. Akan tetapi, aku belajar untuk menyadari bahwa hiruk pikuk kehidupan sering kali membuat orang lupa akan hal lain. Yang terpenting kami masih bersahabat dan saling menyemangati. Tak perlu dirayakan secara mewah di restoran.

Jadi, belajar mengikhlaskan memang sulit. Tetapi, tidak ada yang mustahil bersama Tuhan. Maukah kita belajar mengikhlaskan?

#30DWC #30DWCJilid12 #day14


Komentar